Lezatnya Rasa Nusantara: Menelusuri Jejak Indonesia Street Food di Kuala Terengganu

 

Wisataprime.com - Kuala Terengganu dikenal sebagai kota pesisir yang sarat budaya Melayu klasik. Namun siapa sangka, di balik aroma sate dan nasi dagang khas Terengganu, terselip jejak rasa dari seberang lautan. Kuliner Indonesia kini menjelma sebagai bagian penting dari lanskap kuliner kota ini. Dari gerobak kaki lima hingga food court modern, “indonesia street food kuala terengganu” menjanjikan petualangan rasa yang akrab namun tetap menggugah selera, terutama bagi para diaspora dan pecinta kuliner sejati.

Kenapa Street Food Indonesia Berkembang di Kuala Terengganu?

Pertanyaan ini menarik ditelusuri. Kuala Terengganu adalah salah satu kota pelabuhan tertua di Semenanjung Malaysia yang sejak dulu menjadi pintu masuk bagi para pedagang, perantau, dan imigran dari Indonesia. Banyak di antaranya berasal dari Jawa, Sumatera, dan Sulawesi yang kemudian menetap dan membuka usaha makanan. Warung nasi padang, gerobak bakso, hingga tenda pecel lele mulai menjamur terutama di kawasan-kawasan ramai seperti Pantai Batu Buruk, Pasar Payang, dan Kampung Cina.

Alasan lainnya adalah kecocokan cita rasa. Makanan Indonesia yang berani bumbu dan kaya rempah ternyata mudah diterima oleh lidah masyarakat Terengganu. Tak jarang kita melihat antrean warga lokal di depan gerobak bakso urat atau warung penyet, terutama saat jam makan malam.

Tempat-Tempat Populer Menyantap Street Food Indonesia

Untuk kamu yang sedang atau akan berkunjung ke Kuala Terengganu, berikut daftar lokasi yang wajib masuk dalam itinerary kulinermu:

LokasiMakanan Indonesia FavoritJam Operasional
Pantai Batu Buruk StreetPecel Lele, Bakso Urat, Teh Talua17.30 – 23.00
Bazaar WarisanNasi Padang, Tempe Mendoan16.00 – 22.00
Pasar Payang Food CourtSoto Ayam, Tahu Bakso, Gado-Gado10.00 – 21.30
Night Market Kampung CinaSate Lilit, Siomay, Kue Lapis18.00 – 21.00

Setiap lokasi memiliki ciri khasnya masing-masing. Di Pantai Batu Buruk misalnya, suasananya sangat santai dengan deretan tenda makan yang langsung menghadap laut. Sementara Bazaar Warisan menawarkan nuansa yang lebih heritage dengan bangunan-bangunan kolonial dan atraksi budaya lokal.

Di antara penjual yang populer adalah Pak Nur dari Sumatera Barat yang menjual nasi padang otentik sejak 2015. Menurutnya, rendang, sambal hijau, dan dendeng balado menjadi menu andalan yang selalu habis sebelum pukul 9 malam.

Makanan yang Paling Dicari dan Cerita di Baliknya

Jika bicara soal popularitas, maka bakso urat dan pecel lele menempati posisi teratas. Menurut Bu Rina, penjual bakso asal Surabaya yang telah berdagang selama hampir 10 tahun, pelanggan lokal sering menyebut baksonya sebagai “bebola daging paling padu” yang pernah mereka cicipi. Rahasianya? Kaldu tulang sapi yang direbus lebih dari 8 jam dan sambal rawit super pedas khas Jawa Timur.

Lain lagi dengan pecel lele. Di tangan Mas Joko, ikan lele digoreng hingga renyah, disajikan dengan sambal tomat mentah, dan dilengkapi nasi panas serta lalapan. Ia bercerita bahwa awalnya banyak pelanggan ragu mencoba karena belum akrab dengan lele. Tapi sekarang, dalam sehari ia bisa menjual lebih dari 60 porsi.

Yang menarik, beberapa penjual menyisipkan cerita tentang kampung halaman mereka melalui makanan. Misalnya, ada penjual siomay Bandung yang menamai usahanya “Siomay Ciwidey”, lengkap dengan foto Gunung Tangkuban Perahu di spanduknya. Hal-hal seperti inilah yang membuat makanan tidak sekadar santapan, tapi juga media nostalgia dan budaya.

Kisah Perantauan di Balik Seporsi Makanan

Di balik lezatnya seporsi nasi padang atau semangkuk bakso, tersimpan kisah perjuangan para perantau Indonesia yang membangun mimpi mereka di negeri seberang. Salah satunya adalah Mas Yudi, seorang mantan buruh bangunan dari Lampung yang kini sukses mengelola kedai nasi uduk di kawasan Batu Enam.

Awalnya ia hanya menjual nasi bungkus dari dapur rumah kontrakannya. Namun berkat dukungan pelanggan setia dan promosi mulut ke mulut, bisnisnya berkembang pesat. Kini ia mempekerjakan tiga staf lokal dan bahkan mulai menjajaki pengiriman makanan ke daerah sekitar seperti Marang dan Dungun.

Cerita seperti ini menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya soal rasa, tetapi juga simbol ketekunan, adaptasi, dan keberanian untuk membawa warisan rasa ke tempat baru.

Paduan Rasa dan Harga yang Bersahabat

Alasan lain mengapa kuliner Indonesia begitu diminati adalah karena harganya yang ramah di kantong. Dengan hanya RM 7–10, pengunjung sudah bisa mendapatkan sepiring nasi lengkap dengan lauk, sayur, dan sambal. Porsi yang mengenyangkan juga menjadi keunggulan tersendiri, terutama bagi para pekerja dan mahasiswa.

Selain itu, sebagian besar penjual juga membuka layanan pemesanan online via WhatsApp atau aplikasi pengantaran lokal seperti FoodPanda dan GrabFood. Hal ini membuat makanan Indonesia semakin mudah diakses bahkan oleh mereka yang tidak sempat datang langsung ke lokasi.

Menciptakan Pengalaman Kuliner yang Autentik

Bagi banyak orang Indonesia yang tinggal atau berkunjung ke Kuala Terengganu, menikmati street food dari tanah air bukan sekadar mengisi perut. Ini tentang menghidupkan kembali memori masa kecil, suasana kampung halaman, dan rasa kekeluargaan yang akrab.

Beberapa kedai bahkan menyediakan musik dangdut atau keroncong, menggunakan piring seng, dan menawarkan minuman seperti es teh manis atau wedang jahe. Sentuhan-sentuhan ini membuat pengalaman makan menjadi lebih personal dan otentik.

Jika kamu ingin menjelajahi berbagai pilihan indonesia street food kuala terengganu, kunjungi berbagai lokasi yang disebutkan di atas dan siapkan lidahmu untuk petualangan kuliner yang penuh rasa dan cerita.

Next Post Previous Post